Meski ada pemodal
kelimpungan ketika ikut-ikutan mencoba beternak cucakrowo namun ada saja
breeder yang tersenyum lantaran modal yang dikeluarkan relatif sedikit tetapi
hasilnya berlipat-lipat.
Beternak cucakrawa, tidak
semata butuh modal besar. Pemahaman mendalam tentang fisiologi dan psikologis
cucakrawa juga bisa menjadi kunci keberhasilan. Karena, sesungguhnya sukses dan
gagalnya seorang peternak terletak pada kemampuan rnemaharni perilaku dan
bagaimana memperlakukannya.
"Yang saya ketahui
selama ini, indukan cucakrawa suka ngambul atau ngambek," terang Agung
Setiadi, pemilik Delie BF Lovina Singaraja.
Karakter itu tidak
terlepas dari indukan yang hampir sebagian dari hasil tangkaran. Watak jinak
dan manja menimbulkan sifat sensitif pada situasi berbeda. Baik disebabkan
keterlambatan membenikan makanan, kedatangan hewan predator, kaget akibat suara
keras secara mendadak, dikagetkan benda-benda asing yang jatuh ke bagian
kandang atau orang tidak dikenal.
Akibatnya, lanjut Agung
Setiadi, bisa berbuntut rnembuang telur, tidak mau ngeloloh, atau birahinya
hilang. Itu bisa terjadi berbulan-bulan. Cucakrawa tidak bisa diperlakukan
seperti indukan ayam atau burung lain.
Indukan yang rata-rata
dari burung tetasan kandang cenderung jinak sehingga jika bertemu orang
langsung mendekat. lnilah yang justru menjadi perhatian peternak agar
mempróteksi kandangnya. Minimal, hanya yang biasa memberikan pakan yang boleh
masuk kandang.
Melihat orang baru
cenderung indukan akan menyerang atau berbunyi sehingga akan memancing
indukan-indukan lain ikut bersahutan dan turun dari sarang.
Patut juga dipahami,
indukan tidak serta merta akan berproduksi setelah dibeli dan peternak lain
meskipun jebol kandang. Pasalnya di lokasi baru indukan butuh penyesuaian
lingkungan atau akan bisa stress.
Penangkaran cucakrowo Nik BF |
Begitu juga ketika
memasangkan indukan tidak selamanya mulus. Terkadang tidak mau jodoh padahal
sudah jantan betina dan produktif, atau bisa juga punya jenis kelamin yang
sama.
“Kalau dipaksakan akan lama,” papar Agung yang
kini mengandangkan 10 pasang indukan.
Dan pengalaman Wayan
Sumiartha, peternak cucakrowo 14 kandang asal Mengwi bercincin D’Yan BF,
indukan rata-rata produksi 40 persen per bulan dalam situasi normal. Misalnya
10 kandang hanya produksi 4 pasang anakan berarti mampu meraup Rp 18 juta jika
Rp 4,5 juta per pasang umur 2,5 bulan.
Tetapi persentase
produksi bisa ditingkatkan asalkan peternak sanggup untuk memperlakukan
sebik-baiknya.
Cuma, kondisi lingkungan
di rumah terkadang tidak memungkinkan sehingga seringkali indukan mengalami
stress misalnya dikagetkan oleh suara kembang api dari tetangga.
“Kalau sungguh-sungguh
dengan perlakuan dan proteksi terhadap lingkungan hasilnya bisa lebih baik,”
kata D’Yan seraya menambahkan permintaan akan anakan cucakrowo di Bali terus
meningkat.
INDUKAN ALAM LEBIH PRODUKTIF?
Bermula dan sepasang
indukan alam, Wayan Sumada alias Pak Nik, secara berturut-turut memproduksi 57
ekor anakan cucakrawa. Setelah melihat peminatnya banyak dan harganya relatif
stabil, Nik menambah satu kandang lagi dan hasilnyajuga bagus hingga akhirnya
menambah menjadi enam kandang pertengahan 2000-an.
Keberhasilannya
mengembangkan indukan dari alam, relatif memuluskan jalannya sebagai penangkar
jenis ini. Selama menggunakan indukan alam, Nik mengakui nyaris tidak pernah
mengalami kendala berarti.
Nik juga mengakui,
lancarnya produksi indukan itu juga ditunjang pemberian pakan dan alam seperti
jangkrik alam atau bering. Saat itu selain indukan produksi lancar anakannya
juga tidak pernah mati meski dibiarkan sampai besar di kandang.
Kini, setelah indukan
sudah mulai digantikan dan anakan sendiri atau produk peternak lain, sirkulasi
produksinya cenderung menurun. Kendala pun mulai dirasakan seperti buang telor,
induk tidak mau ngeram dan anakan sakit.
"Sekarang yang saya
rasakan, anakan mudah terserang sakit dan seringkali cacat dan juga mudah patah
tulang,” terang Pak Nik yang meyakini indukan asal alam lebih produktif dan
minim kendala.
Peternak dari Jalan A
Yani Denpasar ini juga menduga, pakan kurang berkualitas juga menjadi faktor
munculnya kendala. Apalagi ia banyak menemui para penangkar tidak memiliki
rekapitulasi yang baik tentang indukan mereka. Sehingga banyak indukan yang
tidak memiliki kejelasan keturunannya.
Kemungkinan sepasang
indukan ada hubungan darah terlalu dekat juga bisa relatif besar terjadi.
Akibatnya akan menyebabkan kelemahan fisik pada anakannya.
“Tetapi itu baru dugaan.
Yang memperkuat dugaan ini bisa dilihat dari tanda-tanda kesulitan produksi hampir
dialami oleh semua peternak,” kata Nik seraya menambahkan bisa juga oleh faktor
alam, di mana fluktuatif cuaca akan berpengauh besar pada indukan di dalam
kandang yang monoton.
Ketika memulai beternak
cucakrowo, Wayan Sumada alias Pak Nik tidak ada maksud untuk menjualbelikan
anakannya. Pasalnya ia beternak karena ingin mempunyai anak cucak rowo juara
untuk bisa dipakai main. Lantaran kala itu sulit mendapatkan cucak rowo yang
berkualitas lomba.
“Saya coba ternak burung
juara yang sudah tidak bisa dipakai main. Eh ternyata mudah sekali,” aku Pak
Nik.
Untuk antisipasi cuaca
dan memperkuat fisilogi indukan, Nik sengaja membuat kandang berukuran besar
2,5 x 3 meter. Untuk menambah kesan asri, di dalam kandang dan luar ditumbuhi
tanaman rindang, agar bisa menciptakan hawa sejuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar