Cari di Sini

Senin, 28 Januari 2013

Ilmu Rahasia Pesugihan Cucak Rawa!

 
Meski ada pemodal kelimpungan ketika ikut-ikutan mencoba beternak cucakrowo namun ada saja breeder yang tersenyum lantaran modal yang dikeluarkan relatif sedikit tetapi hasilnya berlipat-lipat.
 
Beternak cucakrawa, tidak semata butuh modal besar. Pemahaman mendalam tentang fisiologi dan psikologis cucakrawa juga bisa menjadi kunci keberhasilan. Karena, sesungguhnya sukses dan gagalnya seorang peternak terletak pada kemampuan rnemaharni perilaku dan bagaimana memperlakukannya.
"Yang saya ketahui selama ini, indukan cucakrawa suka ngambul atau ngambek," terang Agung Setiadi, pemilik Delie BF Lovina Singaraja.
 
Karakter itu tidak terlepas dari indukan yang hampir sebagian dari hasil tangkaran. Watak jinak dan manja menimbulkan sifat sensitif pada situasi berbeda. Baik disebabkan keterlambatan membenikan makanan, kedatangan hewan predator, kaget akibat suara keras secara mendadak, dikagetkan benda-benda asing yang jatuh ke bagian kandang atau orang tidak dikenal.
 
Akibatnya, lanjut Agung Setiadi, bisa berbuntut rnembuang telur, tidak mau ngeloloh, atau birahinya hilang. Itu bisa terjadi berbulan-bulan. Cucakrawa tidak bisa diperlakukan seperti indukan ayam atau burung lain.
Indukan yang rata-rata dari burung tetasan kandang cenderung jinak sehingga jika bertemu orang langsung mendekat. lnilah yang justru menjadi perhatian peternak agar mempróteksi kandangnya. Minimal, hanya yang biasa memberikan pakan yang boleh masuk kandang.
 
Melihat orang baru cenderung indukan akan menyerang atau berbunyi sehingga akan memancing indukan-indukan lain ikut bersahutan dan turun dari sarang.
 
Patut juga dipahami, indukan tidak serta merta akan berproduksi setelah dibeli dan peternak lain meskipun jebol kandang. Pasalnya di lokasi baru indukan butuh penyesuaian lingkungan atau akan bisa stress.
Penangkaran cucakrowo Nik BF
Begitu juga ketika memasangkan indukan tidak selamanya mulus. Terkadang tidak mau jodoh padahal sudah jantan betina dan produktif, atau bisa juga punya jenis kelamin yang sama.
 
 “Kalau dipaksakan akan lama,” papar Agung yang kini mengandangkan 10 pasang indukan.
Dan pengalaman Wayan Sumiartha, peternak cucakrowo 14 kandang asal Mengwi bercincin D’Yan BF, indukan rata-rata produksi 40 persen per bulan dalam situasi normal. Misalnya 10 kandang hanya produksi 4 pasang anakan berarti mampu meraup Rp 18 juta jika Rp 4,5 juta per pasang umur 2,5 bulan.
 
Tetapi persentase produksi bisa ditingkatkan asalkan peternak sanggup untuk memperlakukan sebik-baiknya.
 
Cuma, kondisi lingkungan di rumah terkadang tidak memungkinkan sehingga seringkali indukan mengalami stress misalnya dikagetkan oleh suara kembang api dari tetangga.
 
“Kalau sungguh-sungguh dengan perlakuan dan proteksi terhadap lingkungan hasilnya bisa lebih baik,” kata D’Yan seraya menambahkan permintaan akan anakan cucakrowo di Bali terus meningkat.
 
INDUKAN ALAM LEBIH PRODUKTIF?
Bermula dan sepasang indukan alam, Wayan Sumada alias Pak Nik, secara berturut-turut memproduksi 57 ekor anakan cucakrawa. Setelah melihat peminatnya banyak dan harganya relatif stabil, Nik menambah satu kandang lagi dan hasilnyajuga bagus hingga akhirnya menambah menjadi enam kandang pertengahan 2000-an.
 
Keberhasilannya mengembangkan indukan dari alam, relatif memuluskan jalannya sebagai penangkar jenis ini. Selama menggunakan indukan alam, Nik mengakui nyaris tidak pernah mengalami kendala berarti.
Nik juga mengakui, lancarnya produksi indukan itu juga ditunjang pemberian pakan dan alam seperti jangkrik alam atau bering. Saat itu selain indukan produksi lancar anakannya juga tidak pernah mati meski dibiarkan sampai besar di kandang.
 
Kini, setelah indukan sudah mulai digantikan dan anakan sendiri atau produk peternak lain, sirkulasi produksinya cenderung menurun. Kendala pun mulai dirasakan seperti buang telor, induk tidak mau ngeram dan anakan sakit.
 
"Sekarang yang saya rasakan, anakan mudah terserang sakit dan seringkali cacat dan juga mudah patah tulang,” terang Pak Nik yang meyakini indukan asal alam lebih produktif dan minim kendala.
 
Peternak dari Jalan A Yani Denpasar ini juga menduga, pakan kurang berkualitas juga menjadi faktor munculnya kendala. Apalagi ia banyak menemui para penangkar tidak memiliki rekapitulasi yang baik tentang indukan mereka. Sehingga banyak indukan yang tidak memiliki kejelasan keturunannya.
 
Kemungkinan sepasang indukan ada hubungan darah terlalu dekat juga bisa relatif besar terjadi. Akibatnya akan menyebabkan kelemahan fisik pada anakannya. 
 
“Tetapi itu baru dugaan. Yang memperkuat dugaan ini bisa dilihat dari tanda-tanda kesulitan produksi hampir dialami oleh semua peternak,” kata Nik seraya menambahkan bisa juga oleh faktor alam, di mana fluktuatif cuaca akan berpengauh besar pada indukan di dalam kandang yang monoton.
 
Ketika memulai beternak cucakrowo, Wayan Sumada alias Pak Nik tidak ada maksud untuk menjualbelikan anakannya. Pasalnya ia beternak karena ingin mempunyai anak cucak rowo juara untuk bisa dipakai main. Lantaran kala itu sulit mendapatkan cucak rowo yang berkualitas lomba.
 
“Saya coba ternak burung juara yang sudah tidak bisa dipakai main. Eh ternyata mudah sekali,” aku Pak Nik.
 
Untuk antisipasi cuaca dan memperkuat fisilogi indukan, Nik sengaja membuat kandang berukuran besar 2,5 x 3 meter. Untuk menambah kesan asri, di dalam kandang dan luar ditumbuhi tanaman rindang, agar bisa menciptakan hawa sejuk. 
 
Hasilnya, dari empat kandang yang ada, dua kandang berproduksi walaupun cuma seekor per kandang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar